PENGANTAR MAKRO EKONOMI
DEPRESI BESAR
Oleh:
Nanin
hardiyanti (15010063)
Khoirun nisa’
(15010047)
Dosen:
EKA ADIPUTRA,
SE., MSM.
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI CENDEKIA
BOJONEGORO
SEMESTER 2
2016
PENDAHULUAN
Depresi besar yang terjadi pada tahun 1930 telah mendorong J.M.
Keynes untuk
menerbitkan buku The General Theory yang menawarkan penyelesaian
untuk mengatasi depresi tersebut. Pemikiran Keynes kemudian berkembang dan
dianut oleh banyak negara hingga empat dekade. Sekitar tahun 1970 terjadi
stagflasi yang merupakan masalah besar dalam perekonomian dunia karena terjadi
inflasi yang tinggi yang diikuti oleh tingkat pengangguran yang serius.
Stagflasi ini tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan kerangka pemikiran
Keynes. Hal ini mengakibatkan para ekonom mulai meninggalkan pemikiran Keynes
dan Kurva Phillips, yang merupakan trade-off antara besarnya inflasi dan
pengangguran, juga mulai ditinggalkan dalam konsensus ekonomi makro. Stagflasi
ini lebih banyak disebabkan oleh terganggunya penawaran agregat, yang berbeda
dengan analisis Keynes yang menyatakan bahwa penyebab utama fluktuasi adalah
adanya pergeseran permintaan agregat. Landasan mikro dari pemikiran Keynes
mulai dipertanyakan dan pemikiran Klasik Baru mulai mendominasi menggantikan pemikiran
Keynes.
Pemikiran Klasik Baru terus berlanjut dan kebanyakan tidak mau
memasuki teori tentang siklus bisnis yang berdasarkan market clearing. Padahal
dalam pemikiran Keynesian teori tentang siklus bisnis mendapat perhatian yang
cukup banyak. Sehingga tidak heran kalau ide Keynesian terus berkembang dan
muncul lagi sekitar tahun 1980 dan sering disebut Kelompok Keynesian Baru.
Keynesian Baru mengawali teorinya dengan premis bahwa dalam perekonomian
terdapat pengangguran tidak suka rela dan menetap (persistent) serta fluktuasi
ekonomi merupakan pusat dari semua persoalan dalam perekonomian, seperti:
represi dan depresi yang merupakan representasi dari kegagalan pasar untuk
skala besar. Keynesian Baru juga menempatkan pembaruan dalam landasan mikro
ekonomi. Pembentukan teori makro ekonomi berdasarkan pengembangan teori mikro
ekonomi untuk pasar barang, pasar tenaga kerja, dan pasar modal.
Pemikiran Keynesian Baru tetap mempertahankan tradisi dari
Keynesian yaitu adanya kekakuan dalam harga dan upah nominal, sehingga
Keynesian baru berusaha untuk mencari penjelasan yang lebih dapat diterima.
David Romer merupakan salah satu tokohnya dan berpendapat bahwa pasar tidak
berkompetisi sempurna dan ada penghalang untuk menerapkan harga nominal yang
fleksibel. Lebih jauh Romer menekankan adanya komplemen antara kekakuan nominal
dan riil. Adanya kekakuan riil dapat meningkatkan kekakuan nominal (Romer,
1993). Sedangkan Bruce Greenwald dan Joseph Stiglitz yang juga masuk dalam
kelompok ini, menawarkan pendapat lain. Mereka berpendapat bahwa adanya pasar
yang tidak sempurna dapat menyebabkan bermacam-macan hal, seperti: meningkatnya
biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat dan terjadinya informasi yang tidak
sempurna.
ISI
1.
Pokok pemikiran aliran Keynesian baru
Pemikiran dalam kelompok Keynesian Baru sangat beragam termasuk di
dalamnya Mankiw, Summers, Stanley Fisher, Phelps, Akerlof, Yellen dan tiga nama
yang telah disebutkan dalam Pendahuluan. Mankiw merupakan salah satu tokok yang
paling banyak kontribusinya dalam pengembangan teori maupun dalam mengumpulkan
artikel yang berhubungan dengan Keynesian Baru.
Perhatian utama dalam Keynesian Baru adalah mencari model yang kuat
dan meyakinkan untuk menjelaskan adanya kekakuan upah dan harga dengan
berlandaskan pada memaksimalkan perilaku dan ekspektasi rasional. Disamping
itu, Keynesian Baru juga menaruh perhatian pada penelitan tentang proses
penyesuaian harga yang terjadi di perusahaan. Sampai saat ini para ekonom belum
mempunyai kesatuan pendapat tentang kebijakan perusahaan dalam hal penyesuaian
harga. Kelompok ini juga tidak sepenuhnya menolak pandangan Klasik Baru.
Walaupun demikian Keynesian Baru tetap memberikan sokongan kepada pandangan
Keynes yaitu:
·
Dalam
perekonomian, adanya pengangguran yang tidak suka rela selalu berlaku.
·
Pemerintah
perlu secara aktif menjalankan kebijakan untuk mengatasi masalah pengangguran
dan atau inflasi dan mewujudkan kegiatan pada kesempatan kerja penuh.
Dalam hal ini Keynesian Baru berkeyakinan bahwa dalam jangka
panjang ekonomi pasar masih tidak akan mampu dengan sendirinya menciptakan
kesempatan kerja penuh, sehingga tetap dibutuhkan adanya kebijakan pemerintah.
Kebijakan pemerintah yang dimaksudkan di sini adalah yang bersifat untuk
mengurangi terjadinya ketidaksempurnaan pasar.
Pemikiran Keynesian Baru tentang adanya fluktuasi juga berbeda
dengan pemikiran Keynes maupun Klasik. Perbedaan pandangan ini secara umum
dapat dibedakan berdasarkan keyakinan berlakunya dikotomi klasik dan
keseimbangan Walras.
2. Depresi
besar, kemunduran ekonomi, inflasi dan deficit anggaran menurut Mankiw
Pada tahun 1930-an terjadi penurunan
pendapatan (GNP riil) serta secara bersamaan juga penurunan suku bunga
(interest rate). Hal ini menyebabkan kontraksi pada kurva IS (bergeser ke
kiri). Pandangan ini disebut spending hypothesis karena depresi umumnya
disebabkan oleh rendahnya belanja atas barang dan jasa. Beberapa ekonom lain
menjelaskan dari prespektif yang berbeda, yaitu bahwa pergeseran kurva IS ke
kiri disebabkan oleh rendahnya konsumsi masyarakat. Jatuhnya bursa saham pada
1929 sedikit banyak bertanggungjawab atas pergeseran ini. Dengan berkurangnya
kekayaan dan meningkatnya ketidakpastian prospek ekonomi AS, maka kejatuhan
bursa saham membuat masyarakat memilih menyimpan uangnya daripada membelanjakannya.Sebagian
ekonom lain menjelaskan bahwa penurunan pembelian rumah menjadi pemicu. Booming
investasi perumahan pada tahun 1920-an terjadi secara berlebihan. Dengan
demikian permintaan perumahan periode selanjutnya menurun drastis. Sebab lain
turunnya investasi perumahan adalah berkurangnya laju imigrasi pada tahun
1930-an: pertumbuhan populasi yang rendah memicu rendahnya pertumbuhan
perumahan baru.
Sekali depresi terjadi, akan memicu
beberapa kejadian lain yang juga mengurangi pengeluaran belanja. Pertama,
beberapa bank gagal pada tahun 1930-an, sebagian karena peraturan bank yang
kurang baik, pada gilirannya akan menurunkan investasi. Bank memainkan peran
penting dalam penyediaan dana bagi rumahtangga dan perusahaan untuk invesasi.
Penutupan beberapa bank pada tahun 1930-an telah mencegah kalangan bisnis untuk
mendapatkan dana yang mereka butuhkan untuk modal investasi, dan dengan
demikian memicu lebih jauh kontraksi pada fungsi investasi.Sebagai tambahan,
kebijakan fiscal pada tahun 1930-an menyebabkan kontraksi pada kurva IS.
Politisi pada waktu itu lebih memperhatikan keseimbangan neraca daripada
menggunakan kebijakan fiscal untuk menjaga produksi dan ketersediaan lapangan
kerja. Revenue Act pada tahun 1932 meningkatkan berbagai pajak, khususnya
konsumen dengan pendapatan menengah dan bawah. Platform partai democrat pada
tahun tersebut memperlihatkan perhatiannya pada deficit neraca dan mendukung
kebijakan “pengurangan drastic dan segera terhadap pengeluaran pemerintah”. Di
tengah pengangguran yang tinggi dan bersejarah itu, pembuat kebijakan mencari
cara untuk meningkatkan pajak dan mengurangi pengeluaran pemerintah. Dengan
demikian ada beberapa cara untuk menjelaskan kontraksi pada kurva IS. Tidak ada
penjelasan tunggal terhadap penurunan belanja. Ini sangat mungkin bahwa
perubahan ini secara kebetulan dan bersamaan membawa pengurangan belanja. Money
hypothesis: goncangan kurva LM Pada table 11.2 tampak bahwa penawaran uang
menurun 25% dari tahun 1929-1933, dimana pada periode tersebut pengangguran
meningkat dari 3,2% menjadi 25,2%. Fakta ini menyediakan argument pada money
hypothesis, yang menempatkan sebagian besar tuduhan pada bank sentral yang
telah mengijinkan penurunan yang sangat besar pada penawaran uang.
3.
Kekakuan upah dan harga
Pada
dasarnya Keynesian Baru berpendapat bahwa walaupun terdapat pengangguran yang
tidak suka rela dan kelebihan penawaran barang pada masa resesi, harga-harga
barang tidak menurun ke tingkat yang akan mewujudkan kesempatan kerja penuh.
Adanya bentuk pasar yang bukan persaingan sempurna, pasar yang tidak lengkap,
dan informasi yang tidak simetris membuat harga barang bersifat kaku dan tidak
mudah berubah seperti pada pasar persaingan sempurna. Untuk menjelaskan
kekakuan baik kekakuan harga maupun kekakuan upah, Keynesian Baru mengemukan
beberapa teori.
a.
Penyebab kekakuan upah
1)
Model
kekakuan implisit
Model
ini berasal dari Bailey (1974), D.F. Gordon (1974), dan Azariadis (1975).
Kemudian dikembangkan menjadi hipotesis tingkat alamiah (natural rate
hypothesis) oleh Friedman (1968) dan Phelps (1968) yang lebih menekankan
proses memaksimumkan perilaku untuk pasar tenaga kerja.
Secara
ringkas model ini menunjukan bahwa upah pekerja di suatu perusahaan ditentukan
secara kontrak antara majikan dan serikat pekerja. Serikat pekerja akan
melakukan negosiasi dan menandatangani kontrak kerja diantara pekerja yang
diwakilinya untuk suatu periode tertentu. Selama masa kontraktersebut baik
majikan maupun pekerja akan mematuhi keputusan yang telah disetujui.
Perubahan-perubahan dalam kegiatan ekonomi, seperti misalnya: resesi dan
inflasi, tidak akan dengan mudah membuat perubahan kontrak yang telah
disetujui. Bila perusahaan ingin menyesuaikan kontrak sebelum waktunya maka
akan dapat mempunyai dampak yang tidak menguntungkan karena:
·
Negosiasi
kontrak memerlukan biaya dan waktu baik bagi pengusaha maupun serikat pekerja.
·
Kegagalan
dalam bernegosiasi dapat berdampak yang luas seperti terjadinya aksi mogok para
pekerja.
·
Bukan
suatu strategi yang optimum bagi perusahaan untuk mengurangi upah, karena bila
berlaku demikian akan banyak pekerja yang pindah ke perusahaan lain yang tidak
menurunkan tingkat upahnya.
Ini
berarti bahwa dengan adanya serikat pekerja yang kuat, tingkat upah tidak dapat
dengan mudah berubah seperti pada pasar persaingan sempurna. Sehingga terjadi
kekakuan upah dan terutama upah akan sukar sekali untuk menurun apabila terjadi
resesi. Kekakuan ini yang menyebabkan timbul masalah pengangguran yang tidak
suka rela.
2)
Model
upah efisien
Teori
ini dikemukakan oleh Gordon (1990), Yellen (1984), Katz (1986, 1988), Harley
(1990) dan Weiss (1991). Solow (1979) memberi dasar pada model ini. Upah
efisien akan sama dengan produk marginal yang dapat diturunkan berdasarkan
syarat kondisi cukup untuk memaksimumkan keuntungan di suatu perusahaan.
Menurut teori ini perusahaan cenderung untuk menetapkan upah yang lebih tinggi
dari pada upah keseimbangan pasar persaingan sempurna. Ada empat alasan
perusahaan untuk memberikan upah yang tinggi, yaitu :
a)
Dengan
upah yang lebih tinggi ini dimaksudkan untuk alat memaksimumkan disiplin
pekerja dalam melaksanakan tugas. Upah yang tinggi akan membuat pekerja lebih
giat bekerja dan meningkatkan produktivitasnya dan sumbangan kerjanya dapat
meningkatkan produktivitas total perusahaan. Upah yang tinggi ini menyebabkan
mereka takut kehilangan pekerjaan dan hal ini menyebabkan mereka bekerja dengan
lebih giat.
Untuk menghindari biaya penggantian pekerja. Dengan sistem upah yang baik maka kemungkinan pekerja keluar dari perusahaan dapat diperkecil, sehingga dapat dihindari pengeluaran biaya untuk mencari pekerja baru. Biaya yang timbul akibat keluarnya pekerja dari perusahaan dapat berupa:
Untuk menghindari biaya penggantian pekerja. Dengan sistem upah yang baik maka kemungkinan pekerja keluar dari perusahaan dapat diperkecil, sehingga dapat dihindari pengeluaran biaya untuk mencari pekerja baru. Biaya yang timbul akibat keluarnya pekerja dari perusahaan dapat berupa:
(i)
kehilangan
produksi dari pekerja lama yang sedang mencari pekerjaan baru,
(ii)
biaya
untuk merekrut pekerja baru,
(iii)
biaya
untuk memberi pelatihan kepada pekerja baru, dan
(iv)
pekerja
baru mempunyai produktivitas yang lebih rendah.
b)
Sebagai
alat untuk memilih tenaga kerja yang berkualitas tinggi. Tenaga kerja yang
tersedia bersifat heterogen, yang berbeda baik dari segi kepandaian, kerajinan,
ketekunan maupun sikap dalam menjalankan tugas. Apabila perusahaan menawarkan
upah yang lebih tinggi, maka lebih banyak pekerja yang berkualitas akan melamar
pekerjaan tersebut. Dengan demikian melalui upah yang lebih tinggi, perusahaan
dapat memperoleh pekerja yang mempunyai mutu yang lebih baik.
b.
Penyebab kekakuan harga
1)
Biaya
menu
Teori
ini dikemukan oleh Akerlof dan Yallen (1985), Mankiw (1985), Parkin (1986) dan
terakhir oleh Rotemberg (1987) dan sering disingkat menjadi Pandangan PAYM.
Istilah biaya menu dimaksudkan sebagai biaya yang akan dibayar suatu restoran
apabila membuat perubahan harga makanan yang dijualnya. Untuk menaikkan harga
misalnya, perlu membuat daftar harga baru dan ini memerlukan biaya. Di berbagai
perusahaan perubahan harga akan menimbulkan biaya yang lebih besar dari pada
keuntungan tambahan yang dapat diperoleh. Biaya untuk membuat daftar harga yang
baru tersebut dapar berupa: pencetakan, pengedaran, pemberitahuan kepada agen,
kekecewaan pelanggan bila mengetahui adanya perubahan harga. Berbagai bentuk
biaya ini belum tentu dapat ditutupi oleh keuntungan tambahan yang diperoleh.
Oleh karena itu perusahaan lebih suka mempertahankan harga yang lama, walaupun
hal ini mengurangi jumlah barang yang dijual.
Pasar
barang pada umumnya juga bukan merupakan pasar persaingan sempurna, sehingga
kurva permintaan yang dihadapi menurun ke kanan yang berarti bila ingin
menambah penjualan maka harus mengurangi harga. Ini dapat mengurangi tambahan
keuntungan yang diperoleh karena bersifat diminishing return. Apabila tambahan
keuntungan tidak dapat melebihan biaya menu, perusahaan akan lebih suka
mengurangi produksi dan mempertahankan harga semula.
2)
Harga
Mark-Up
Dalam
pasar persaingan tidak sempurna, penentuan harga pada umumnya didasarkan pada
penentuan nilaimark-up atau tambahan harga di atas biaya per unit utuk
memproduksi barang tersebut. Cara penentuan harga secara sederhana adalah
menggunakan rumus berikut:
P
= M + AC
|
dengan P adalah
harga barang, M tingkatmark-up dan AC adalah biaya rata-rata per unit untuk
memproduksi barang tersebut. Perusahaan akan cenderung untuk menaikkan harga
sesuai denganmark-up yang telah ditetapkan apabila biaya produksi rata-rata
meningkat, tetapi akan mempertahankan harga yang lama dan menambahmark-up
apabila biaya produksi rata-rata menurun. Dengan kecenderungan ini berarti
harga barang industri biasanya sukar untuk diturunkan walaupun dalam keadaan
resesi. Dengan kata lain harga barang di pasar persaingan tidak sempurna
bersifat kaku ke bawah.
3)
Ekternalitas
pasar yang tebal
Dalam
dunia nyata penjual dan pembeli tidak dapat bertemu tanpa adanya biaya mencari
(search cost). Konsumen harus meluangkan waktu untuk mencari barang yang
dibutuhkan dan perusahaan membuat iklan untuk menarik pembeli. Pada pasar yang
tebal yaitu pada pasar dengan aktivitas ekonomi yang tinggi, akan terlihat
bahwa biaya mencari akan berkurang dibandingkan pada pasar yang tipis yang
aktivitas perdagangannya rendah. Sehingga ada kecenderungan orang akan lebih
suka mencari pasar yang tebal karena mempunyai banyak pilihan. Jika
ekternalitas pasar yang tebal ini membantu menggeser biaya marginal ke atas
pada saat resesi dan ke bawah pada saat ekonomi membaik maka hal ini akan
memberi kontribusi pada terjadinya kekakuan harga.
4)
Pasar
konsumen
Sebagaian
besar barang dijual melalui proses belanja yang membutuhkan biaya mencari.
Pembeli selalu mempunyai informasi yang terbatas tentang harga yang termurah di
pasar tersebut. Karena biaya mencari terkait dengan proses belanja maka penjual
mempunyai kekuatan monopoli meskipun banyak perusahaan yang menjual barang yang
sama di pasar tersebut. Karena banyaknya konsumen membeli barang yang sama
berulang- ulang sehingga ada kecenderungan bagi penjual untuk menghalangi
pembeli mencari ke tempat lain. Cara yang digunakan penjual tersebut adalah
dengan menghindari terjadinya perubahan harga. Bila harga naik maka konsumen
akan bereaksi pindah ke penjual lain dan jika harga turun konsumen akan lambat
reaksinya, karena perlu waktu untuk menyebarkan informasi ini ke pembeli di
perusahaan lain. Perbedaan reaksi perubahan harga ini dapat menyebabkan
terjadinya kekakuan harga relatif.
PENUTUP
Menurut
Fisher, Phelps dan Taylor, kesimpulan dari pemikiran Klasik Baru bahwa
kebijakan pemerintah dalam mengelola permintaan tidak efektif bukan berdasarkan
asumsi ekspektasi rasional, tetapi hanya dari asumsi keseimbangan pasar secara
serentak. Dalam Keynesian Baru, model dengan asumsi adanya kekakuan harga, uang
tidak netral, dan kebijakan pemerintah yang efektif maka paling tidak secara
prinsip model Keynesian Baru dapat dibangun. Fleksibilitas harga yang besar
seperti asumsi Klasik akan menyebabkan persoalan karena berpengaruh pada
fluktuasi perekonomian.
Keynesian
Baru lebih mengutamakan upaya untuk menanggulangi kejutan dari pada mencari
penyebabnya. Pengalaman menunjukkan bahwa perekonomian dapat terganggu baik
dari sisi permintaan maupun sisi penawaran. Dalam model Keynesian Baru,
fluktuasi adalah tidak dapat diprediksi, tetapi tidak menganjurkan melakukan
kebijakan fine tunning untuk menstabilkan fluktuasi tersebut.
Beberapa
ekonom Keynesian Baru
menerima kritik dari Monetaris, meskipun demikian kebanyakan berpendapat bahwa peran pemerintah tetap dibutuhkan khususnya bila terjadi kegagalan pasar, misalnya terjadi depresi. Kebijakan intervensi adalah perlu karena kejutan yang besar dapat bersifat menetap (persitent) dan bila menunggu pemulihan secara mekanisme pasar akan memerlukan waktu yang sangat lama.
menerima kritik dari Monetaris, meskipun demikian kebanyakan berpendapat bahwa peran pemerintah tetap dibutuhkan khususnya bila terjadi kegagalan pasar, misalnya terjadi depresi. Kebijakan intervensi adalah perlu karena kejutan yang besar dapat bersifat menetap (persitent) dan bila menunggu pemulihan secara mekanisme pasar akan memerlukan waktu yang sangat lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar