Melihat ke
timur dan menangkap cahaya-cahaya jingga
Lagu yang
dilantunkan burung-burung terbang menerobos embun diatasnya
Tak lebih
indah dari puisi chairil anwar memang.
Tapi
sejuknya embun membawanya ke masa lalu.
Indahnya
jingga yang menerobos celah-celah pepohanan yang berdiri mendayu dihadapannya
Lembutnya
angin yang sesekali menyapu wajah murungnya
Lalu
membawanya kembali ke masa lalu
Saat dimana dia
bukan dia yang sekarang
Saat dia
adalah gadis periang yang tersenyum sepanjang hari
Tak satupun
hal difikirnya membebani
Saat dia
berumur belasan tahun
Mengukir
indahnya masa remaja bersama banyak teman di pengasingan
Bukan, bukan
pengasingan
Dia
mengingat kembali tumbuh kembangnya di negara orang
Penuh tawa
meski sebenarnya yang dirindu hanyalah rumah
Tapi tak
apa, hal itu tak merisaukannya
Saat itu,
tak berada di rumah sendiri tak merisaukannya.
Seperti
remah-remah roti yang tak lagi dihiraukan pemiliknya.
Saat
kecilnya, berada jauh dari mak-bapak
Menangis
tidak, tersenyum iya.
Melihat indahnya
jingga surya di pagi hari di tepi sawah
Detik demi
detik dia mengamati ciptaan tuhan
Perlahan
merangkak naik dengan gemulai
Meninggalkan
jejak – jejak senyum suram warna jingga
Langit tak
lagi temaram
Subuh telah
berlalu
Tapi
matanya, tak juga beralih dari timur
Sesuatu yang
dianggapnya indah kemudian
Membutakannya.
Silau cahaya
jingga merusak matanya
Yang dia
sayangi melukainya
Sakit itu
tak berarti apapun
Dia rela
menahannya demi melihat indah
Sesuatu
seperti cinta gila yang tak berbalas
Dia tersenyum
Saat belasan
tahun, dia begitu bodoh
Lalu apa dia
sekarang?
Menertawakan
nasib
Merasakan kepedihan
dan tersenyum diatas penderitaannya sendiri
Mencoba tak
peduli dengan auman – auman setan disekelilingnya
Tapi sampai
kapan dia bisa bertahan?
Sampai luka
– luka itu menyilaukannya, membutakannya
Mencoba tak
peduli berapa banyak lagi orang yang akan meninggalkannya dan menganggapnya tak
ada
Berapa
banyak orang yang bermuka masam dihadapannya agar dia perlahan pergi dan
menghilang
Dimana letak
kesalahannya?
Mengambil
langkah terlalu cepat?
Memangnya ini
yang dia inginkan?
Tidak!
Hanya saja
orang – orang
Setan –
setan yang tak bersayap itu
Tak pernah
tau
Dan tak
pernah peduli bagaimana dia menangis darah.
Tak pernah
peduli bagaimana dia memohon, meminta, mengiba agar semua ini tak dilimpahkan
padanya.
Agar semua
ini hanya sebuah mimpi
Dan berharap
suatu saat dia terbangun
Dan kembali
ke masa lalu
Dimana dia
menatap indahnya jingga tanpa memikirkan bagaimana orang menilainya
Kembali
dimasa saat ia buta oleh jingga
Kembali ke
masa lalu
Saat dia
buta untuk beberapa saat dan kembali melihat indahnya langit.
Ne.02/04/2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar