Selasa, 18 April 2017

Mesin Waktu




Melihat ke timur dan menangkap cahaya-cahaya jingga
Lagu yang dilantunkan burung-burung terbang menerobos embun diatasnya
Tak lebih indah dari puisi chairil anwar memang.
Tapi sejuknya embun membawanya ke masa lalu.

Indahnya jingga yang menerobos celah-celah pepohanan yang berdiri mendayu dihadapannya
Lembutnya angin yang sesekali menyapu wajah murungnya
Lalu membawanya kembali ke masa lalu
Saat dimana dia bukan dia yang sekarang
Saat dia adalah gadis periang yang tersenyum sepanjang hari
Tak satupun hal difikirnya membebani
Saat dia berumur belasan tahun
Mengukir indahnya masa remaja bersama banyak teman di pengasingan
Bukan, bukan pengasingan
Dia mengingat kembali tumbuh kembangnya di negara orang
Penuh tawa meski sebenarnya yang dirindu hanyalah rumah
Tapi tak apa, hal itu tak merisaukannya
Saat itu, tak berada di rumah sendiri tak merisaukannya.
Seperti remah-remah roti yang tak lagi dihiraukan pemiliknya.
Saat kecilnya, berada jauh dari mak-bapak
Menangis tidak, tersenyum iya.
Melihat indahnya jingga surya di pagi hari di tepi sawah
Detik demi detik dia mengamati ciptaan tuhan
Perlahan merangkak naik dengan gemulai
Meninggalkan jejak – jejak senyum suram warna jingga
Langit tak lagi temaram
Subuh telah berlalu
Tapi matanya, tak juga beralih dari timur
Sesuatu yang dianggapnya indah kemudian
Membutakannya.
Silau cahaya jingga merusak matanya
Yang dia sayangi melukainya
Sakit itu tak berarti apapun
Dia rela menahannya demi melihat indah
Sesuatu seperti cinta gila yang tak berbalas
Dia tersenyum
Saat belasan tahun, dia begitu bodoh
Lalu apa dia sekarang?
Menertawakan nasib
Merasakan kepedihan dan tersenyum diatas penderitaannya sendiri
Mencoba tak peduli dengan auman – auman setan disekelilingnya
Tapi sampai kapan dia bisa bertahan?
Sampai luka – luka itu menyilaukannya, membutakannya
Mencoba tak peduli berapa banyak lagi orang yang akan meninggalkannya dan menganggapnya tak ada
Berapa banyak orang yang bermuka masam dihadapannya agar dia perlahan pergi dan menghilang
Dimana letak kesalahannya?
Mengambil langkah terlalu cepat?
Memangnya ini yang dia inginkan?
Tidak!
Hanya saja orang – orang
Setan – setan yang tak bersayap itu
Tak pernah tau
Dan tak pernah peduli bagaimana dia menangis darah.
Tak pernah peduli bagaimana dia memohon, meminta, mengiba agar semua ini tak dilimpahkan padanya.
Agar semua ini hanya sebuah mimpi
Dan berharap suatu saat dia terbangun
Dan kembali ke masa lalu
Dimana dia menatap indahnya jingga tanpa memikirkan bagaimana orang menilainya
Kembali dimasa saat ia buta oleh jingga
Kembali ke masa lalu
Saat dia buta untuk beberapa saat dan kembali melihat indahnya langit.

Ne.02/04/2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar