Selasa, 13 Maret 2018

Perbankan Syariah dan Perkembangannya di Dunia



Pengertian bank syariah
Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank). Sebagaimana akan dibahas kemudian, di Indonesia secara teknis yuridis penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah resmi “Bank Syariah”, atau yang secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan Prinsip Syariah”. Undang-undang Perbankan Indonesia, yakni Undang-undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 (selanjutnya untuk kepentingan tulisan ini disingkat UUPI),
membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Sebagaimana disebutkan dalam butir 13 Pasal 1 UUPI memberikan batasan pengertian prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Sejarah berdirinya perbankan syariah
Sejarah panjang kelahiran Bank Syariah pada abad ke-20 tidak terlepas dari hadirnya dua gerakan renaisans Islam modern, yaitu gerakan-gerakan neorevivalis dan modernis. Sekitar tahun 1940-an, dimana para cendikiawan islam seperti Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948) dan Mahmud Ahmad (1952) mengemukakan konsep dasar bagi hasil, yang sesuai dengan syariat islam ke dalam tulisan-tulisan yang mereka buat. Pemaparan yang lebih lengkap mengenai konsep-konsep dasar tentang perbankan syariah ditulis oleh ulama besar Pakistan, yakni Abul A’la Al-Mawdudi (1961) serta Muhammad Hamidullah (1944-1962).
Bank dengan konsep syariah, secara kelembagaan pertama kali didirikan pada tahun 1963 di Mesir, dengan nama Myt-Ghamr Bank. Pemimpin perintis usaha ini adalah Ahmad El Najjar, yang permodalannya dibantu oleh Raja F aisal dari Arab Saudi. Myt-Ghamr Bank dinilai sukses menggabungkan manajemen perbankan Jerman dengan prinsip-prinsip muamalah berdasarkan syariat Islam, dengan meng-aplikasikannya dalam pelayanan produk bank yang efektif dan sesuai untuk daerah pedesaan, yang hampir seluruh industrinya adalah industri pertanian . Namun karena persoalan politik yang tidak mendukung, pada tahun 1967 Myt-Ghamr Bank ditutup . Kemudian untuk menggantikan Myt-Ghamr Bank, pada tahun 1971,  di buat kembali Bank Islam dengan nama Nasser Social Bank, namun tujuan dari bank ini lebih bersifat sosial daripada komersil.
Perkembangan Bank Syariah memasuki fase yang baru pada tahun 1974. Negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konfrensi Islam bersepakat mendirikan sebuah institusi keuangan yang menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara anggota OKI. Maka didirikanlah Islamic Development Bank (IDB). Walaupun utamanya IDB adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya, tetapi dalam prakteknya bank ini menerapkan prinsip-prinsip dasar syariat dalam mengelola keuangannya, dengan menghilangkan unsur bunga di dalam pelayanannya. hal ini mengukuhkan IDB sebagai institusi keuangan internasional yang berbasiskan syariah. 
Pada tahun 1975, didirikan Bank syariah swasta pertama di dunia di kota Dubai, yang diberi nama Dubai Islamic Bank. Pendirian bank ini didanai oleh sekelompok pengusaha muslim dari berbagai negara. Hal ini diikuti dengan didirikannya beberapa bank syariah di negera-negara lainnya seperti Faysal Islamic Bank (1977) di Mesir dan Sudan, dan Kuwait Finance House yang diperkarsai oleh pemerintahan Kuwait. Sejak saat itu mendekati awal dekade 1980-an, Bank-bank Islam bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh dan Turki.
Perkembangan bank syariah di dunia internasional
Potensi pasar yang besar bagi kegiatan perbankan islam, telah membuka cakrawala baru bagi bank-bank yang berasal dari negara-negara nonmuslim untuk membuka islamic devision di bank tersebut. Hal ini dilakukan, misalnya oleh Citibank, Chase Mahattan Bank, ANZ Bank, dan Jardine Fleming. Mengingat bank Islam sekalipun melakukan kegiatan nya berdasarkan syariah atau hukum Islam, tetapi karena boleh pula melayani siapa saja termasuk yang nonmuslim, maka jasa-jasa perbankan Islam telah dirintis oleh bank-bank tersebut diatas sebagai pilihan pembiayaan. Bahkan di Eropa yang notabene sebagian besar masyayrakatnya nonmuslim, bank Islam tumbuh dengan pesat. Pertumbuhan perbankan Islam yang sangat aktif di London, karena paling sedikit dua alasan. Alasan  pertama, London merupakan pusat keuangan dunia terkemuka dan alasan kedua, karena hubungan sejarah yang sangat erat dari masa lalu antara negara-negara  Teluk di Timur Tengah (Gulf Countries) dengan Inggris. Di London banyak sekali tinggal para  syeh, orang-orang kaya Arab, dari Negara-negara Teluk dan banyak diantara mereka yang berusaha dibidang keuangan. Mereka juga memiliki lembanga-lembaga keuangan syariah di negaranya, yaitu di Saudi Arabia, Kuwait, Emirat Arab, dan Qatar. Di Eropa perbankan Islam memperoleh dasar untuk tumbuh yang baik,karena tingkat inflasi dan bunga bank yang rendah. Bank-bank Islam memang lebih dapat berkembang di negara-negara dengan tingkat inflasi dan bunga yang rendah dibandingkan dengan negara-negara dengan tingkat inflasi dan bunga bank yang tinggi.
Sebagian besar negara-negara Islam telah mendirikan bank-bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah, jauh lebih menguntungkan bersaing dengan ban-bank konvensional yang ada. Masyarakat lebih percaya dan yakin untuk menanamkan modalnya kepada bank-bank Islam. Prinsip bank dengan bunga mulai ditinggalkan oleh mereka, dengan beralih menggunakan prinsip bank tanpa bunga pada lembaga-lembaga keuangannya.
Pakistan juga merupakan pelopor dibidang perbankan Islam. Pada awal Juli 1979, sistem bunga dihapuskan dari operasional tiga institusi, yaitu National Investment (Unit Trust), House Building Finance Corporation (pembiayaan sektor perumahan)  Mutual Funds on the Investment Corporation of Pakistan (kerja sama investasi). Pada tahun 1979-1980, pemerintah mensosialisasikan skema pinjam tanpa bunga kepada petani dan nelayan. Seiring dengan berlakunya Undang-undangperusahaaan  mudharabah dan murabahah pada tahun 1998, mulailah beroperasi tujuh ribu cabang bank komersial nasioanal diseluruh Pakistan dengan menggunakan sistem bagi hasil. Pada awal tahun 1985, seluruh sistem perbankan pakistan dikonversi dengan sistem yang baru, yaitu sistem perbankan syariah.
Demikian pula di Iran telah dilakukan Islamisasi sistem perbankan pada tahun 1983 berdasarkan Undang-undang Perbankan Islam, yang ditandai dengan nasionalisasi seluruh industri perbankan yang dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu perbankan komersial dan lembaga pembaiyaan khusus. Dengan demikian, seajak dikeluakan Undang-undang Perbankan Islam pada tahun 1983 tersebut, seluruh sistem perbankan di Iran otomatis berjalan sesuai syariah dibawah kontrol penuh pemerintah.
Di Kuwait juga didirikan Kuwait Finance House pada tahun 1977 dan sejak awal beroperasi dengan sistem tanpa bunga. Institusi ini memiliki puluhan cabang di Kuwait dan telah menunjukkan perkembangan yang cepat. Selama dua tahun saja, yaitu 1980 hingga 1982, dana masyarakat yang terkumpul meningkat dari sekitar KD 149 juta menjadi KD 474 juta. Pada akhir tahun 1985, total aset mencapai 803 juta dan tingkat keuntungan bersih mencapai KD 17 juta (satu dinar Kuwait ekuivalen dengan 4 hingga 5 dolar US ). Di Timur Tengah, Bahrai merupakan off shore banking  heaven  terbesar. Di negeri yang hanya berpenduduk tidak lebih dari 660.000 jiwa per Desember 1999 tumbuh sekitar 220 local dan off shore banks. Tidak kurang dari 22 diantaranya beroperasi berdasarkan syariah. Diantara bank-bank yang beroperasi secara syariah tersebut adalah Citi Islamic Bank of Bahrain (anak perusahaan Citi Corporation N.A), Faysal Islamic Bank of Bahrain, dan al-Barakah Bank. Dubai Islamic Bank jugga merupakan pelopor perkembangan bank Islam, yang didirikan pada tahun 1975. Investasinya meliputi bidang perumahan, proyek-proyek Industri, dan aktivitas komersial. Selama beberapa tahun, para nasabahnya telah menerima keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan bank konversional.
Perbankan Islam tidak hanya berkembang dan dimonopoli negara-negara Islam yang berada di Timur Tengah saja. Negara-negara Asia lainnya yang berpenduduk beragama Islam, juga tidak ketinggalan untuk mendirikan dan mengembangkan lembega-lembega keuangan berdasarkan prinsip syariah tersebut, termasuk mendirikan bank yang beroperasi berdasarkan prinsip profit and loss sharing. Di Filipina pada tahun 1973 didirikan Philippine Amanah Bank (PAB).  PAB sendiri sebenarnya tidak dapat dikategorikan sebagai suatu Bank Islam murni, dalam pengertian kegiatan usahanya tidak merujuk pada prinsip syariah. Di samping itu, PAB masih menerapkan ssistem ganda,yaitu sistem riba (interest based lending) dan sistem perbankan tanpa bunga (interst east based) secara sekaligus. Pendirian tersebut dilakukan dengan suatu keputusan presiden sebagai suatu bank khusus. Pendirian PAB ini lebih merupakan respon politik pemerintah Pilipina saat itu terhadap pemberontakan kaum muslim di wilayah Selatan Fillipina. Tujuan utama dari PAB ini memulihkan perekonomian di Mindanao, Sulu, dan Palawan. PAB berkantor pusat di Zamboanga City,Mindanao dan memiliki delapan cabang yang tersebar di kota-kotabesar di wilayah selatan Filipina terrmasuk satu cabang di Makati (Metro Manila). Saat ini terdapat usaha untuk menjadikan PAB  benar-benar sebagai bank Islam.
Di Malaysia, bank Islam pertama kali didirikan pada tahun 1983. Namun jika ditelusuri kebelakang,perkembangan menuju kearah pendirian bank sudah ada sejak tahun 1963. Pada tahun tersebut didirikan Muslim Pilgrims Savings Corporation, sebuah lembaga keuangan Islam yang bertujuan membantu masyarakat dalam menunaikan ibadah haji. Kegiatan lembaga ini lebih mirip dengan kegiatan arisan untuk pergi haji. Pada tahun 1969, lembaga ini berubah menjadi Pilgrims Management and Fund Board atau lebih dikenal dengan istilah Tabung Haji. Kegiatan Tabung Haji ini masih sama, yaitu membantu masyarakat untuk naik haji. Masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji namun mengalami keterbatasan dana dapat menabung di Tabung Haji. Tabung Haji menginvestasikan dana tersebut pada bidang-bidang yang dihalalkan oleh syariah. Dana yang ditabungkan oleh calon jamaah haji ditambah dengan keuntungan hasil investasi, akan dipergunakan untuk menunaikan ibadah haji. Keberhasilan Tabung Haji ini membawa inspirasi bagi didirikannya Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) pada tahun 1983. BIMB merupakan bank islam komersial pertama di Malaysia. Tabung Haji merupakan salah satu pendirinya dengan investasi sebesar 12,5 persen dari modal awal BIMB sebesar M$ 80 juta.
Sampai dengan akhir 1999, BIMB telah memiliki lebih dari tujuh puluh cabang yang tersebar di setiap negara bagian dan kota-kota Malaysia. Sejak beberapa tahun yang lalu, BIMB telah tercatat sebagai listed public company dan mayoritas sahamnya dikuasai oleh Lembaga Urusan dan Tabung Haji. Kemudian pada tahun 1999, telah hadir satu bank syariah dengan nama Bank Bumi Putera yang baru saja melakukan merger  dengan Bank of Commerce. Perlu diingat bahwa di malaysia, disamping  full pledge Islamic banking, pemerintah Malaysia memperkenankan juga sistem Islamic Window yang memberikan layanan syariah pada bank konvensional.
Sedangkan di negara-negara Barat bank Islam tidak begitu berkembang, karena tidak didukung dengan legislasi. Pada umumnya mereka lebih percaya dan yakin menanamkan dana kepada bank-bank konvensional, ketimbang pada bank Islam, berhubung bank-bank konvensional memberikan jaminan yang pasti atas imbalan yang akan diterimanya, sebaliknya pada perbankan Islam dengan prinsip profit and loss sharing tidak memberikan kepastian atas imbalan yang akan diterimanya sebagai balas jasa dari bank. Karenanya perbankan Islam tidak begitu disenangi oleh mereka. Selain itu legislasi perbankan di negara-negara Barat masih belum memberikan kemungkinan pendirian bank syariah yang melakukan kegiatan usaha komersial seperti bank-bank konvensional yang ada. Bank Islam pertama di negara Barat didirikan di Luxembourg pada tahun 1978 dengan nama Islamic Finance House. Sedangkan di Australia terdapat Islamic Investment Company yang berpusat di Melbourne.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar