Hak asasi manusia sebagai gagasan, paradigma serta kerangka konseptual tidak lahir secara tiba – tiba sebagaimana kita lihat dalam ‘Universal Declaration of Human Right’ 10 Desember 1948, namun melalui suatu proses yang cukup panjang dalam sejarah peradaban manusia. Dari prespektif sejarah deklarasi yang ditandatangani oleh majelis umum PBB dihayati sebagai suatu pengakuan yuridis formal dan merupakan titik kulminasi perjuangan sebagian besar umat manusia di belahan manusia khususnya yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Upaya konseptualisasi hak – hak asasi manusia, baik di Barat maupun di Timur meskipun upaya tersebut masih bersifat lokal, parsial dan sporadikal.
Awal perkembangan hak asasi manusia dimulai saat ditandatangani Magna Charta (1215), oleh Raja Jhon Lackland. Kemudian juga penandatanganan Petition of Right pada tahun 1682 oleh Raja Charles I. Dalam hubungan ini Raja berhadapan dengan utusan rakyat (House of Commons). Dalam hubungan inilah maka perkembangan hak asasi manusia sangat erat hubungannya dengan perkembangan demokrasi. Setelah itu perjuangan yang lebih nyata pada penandatanganan Bill of Right, oleh Raja Willem III pada tahun 1689 sebagai hasil dari pergolakan politik yang dasyat yang disebut sebagai suatu kemenangan parlemen atas raja, melainkan juga merupakan kemenangan rakyat dalam pergolakan yang menyertai pergolakan Bill of Right yang berlangsung selama 60 tahun (Asshiddiqie, 2006: 86).
Perkembangan selanjutnya perjuangan hak asasi manusia dipengaruhi oleh pemikiran filsuf Inggris Jhon Locke yang berpendapat bahwa manusia tidaklah secara absolut menyerahkan hak – hak individunya kepada penguasa. Hak – hak lainnya tetap berada pada masing – masing individu.
Puncak perkembangan perjuangan hak – hak asasi manusia tersebut yaitu ketika ‘Human Right’ itu untuk pertama kalinya dirumuskan secara resmi dalam ‘Declaration of Independence’ Amerika Serikat pada tahun 1776. Dalam deklarasi Amerika Serikat tertanggal 4 Juli 1776 etrsebut dinyatakan bahwa seluruh umat manusia dikaruniai oleh Tuhan YME beberapa hak yang tetap dan melekat padanya. Perumusan hak – hak asasi manusia secara resmi kemudian menjadi dasar pokok konstitusi Negara Amerika Serikat tahun 1787, yang mulai berlaku 4 Maret1789 (Hardjowirogo, 1977: 43).
Hak dan Kewajiban Warga Negara menurut UUD 1945
Pasal – pasal UUD 1945 yang menetapkan hak dan kewajiban warga negara mencakup pasal – pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33 dan 34.
a. Pasal 27 ayat (1) menetapkan hak warga negara yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
b. Pasal 27 ayat (2) menetapkan hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan ynag layak bagi kemanusiaan.
c. Pasal 27 ayat (3) dalam Perubahan Kedua UUD 1945 menetapkan hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
d. Pasal 28 menetapkan hak kemerdekaan warga negara untuk berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.
e. Pasal 29 ayat (2) menyebutkan adanya hak kemerdekaan untuk memeluk agamanya masing – masing dan beribadat menurut agamanya.
f. Pasal 30 ayat (1) dalam Perubahan Kedua UUD 1945 menyebutkan hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
g. Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa tiap – tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
Hak dan Kewajiban Bela Negara
a. Pengertian
Pembelaan negara atau bela negara adalah tekad, sikap dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara. Bagi warga negara Indonesia, usaha pembelaan negara dilandasi oleh kecintaan pada tanah air (wilayah Nusantara) dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia dengan keyakinan pada Pancasila sebagai dasar negara serta berpijak pada UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap warga negara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, keutuhan wilayah Nusantara dan yuridiksi nasional, serta nilai – nilai Pancasila dan UUD 1945.
b. Asas Demokrasi dalam Pembelaan Negara
Berdasarkan pasal 27 ayat (3) dalam Perubahan Kedua UUD 1945, bahwa usaha bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Hal ini menunjukkan adanya asas demokrasi dalam pembelaan negara yang mencakup dua arti. Pertama, bahwa setiap warga negara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan melalui lembaga – lembaga perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan perundang – undangan yang berlaku. Kedua, bahwa setiap warga negara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing – masing.
c. Motivasi dalam Pembelaan Negara
Usaha pembelaan negara bertumpu pada kesadaran setiap warga negara akan hak dan kewajibannya. Kesadaran demikiaan perlu ditumbuhkan melalui proses motivasi untuk mencintai tanah air dan untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Proses motivasi untuk membela negara dan bangsa akan berhasil jika setiap warga negara memahami keunggulan dan kelebihan negara dan bangsanya. Disamping itu setiap warga negara hendaknya juga memahami kemungkinan segala macam ancaman terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia. Dalam hal ini ada beberapa dasar pemikiran yang dapat dijadikan sebagi bahan motivasi setiap warga negara untuk ikut serta membela negara Indonesia.
1) Pengalaman sejarah perjuangan RI
2) Kedudukan wilayah geografis Nusantara yang strategis
3) Keadaan penduduk (Demografis) yang besar
4) Kekayaan sumber daya alam
5) Perkembangan dan kemajuan IPTEK dibidang persenjataan
6) Kemungkinan timbulnya bencana perang
Sumber:
Kaelan dan Achmad Zubaidi, 2010, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar