Kamis, 27 Desember 2018

KEWAJIBAN SHOLAT BAGI PENYANDANG TUNA NETRA SEKALIGUS TUNA RUNGU & ZAKAT BAGI AHLU BAIT NABI

Hasil bahtsul masail PCNU BOJONEGORO Rabu, 8 Oktober 2014 di Pondok Pesantren “Alhamdulillah” Geger Kedungadem Bojonegoro
1.      Kewajiban sholat bagi orang yang buta dan tuna rungu
Deskripsi masalah
Dalam kitab Kasyifatusy Saja  karya Imam Nawawi Banten hal 51 terdapat ibarat yang artinya sebagai berikut:
 “Sholat diwajibkan bagi orang yang memenuhi 6 syarat. Pertama: beragama Islam, walaupun kemudian dia murtad…”
Syarat yang keempat: salah satu indera pendengaran dan penglihatan harus berfungsi normal. Oleh karena itu, orang yang sejak lahir telah tuna rungu dan tuna netra tidak wajib sholat, meskipun Ia mampu berbicara. Orang tersebut juga tidak wajib qodlo’, meskipun pendengarannya dan penglihatannya menjadi berfungsi.

Terkait syarat yang keempat ini, sekitar tahun 1700 M seorang berkebangsaan Jerman (Marcus Banzer) menciptakan alat bantu dengar meskipun masih sangat tradisional. Diantara fungsi alat bantu ini bisa menangkap rangsangan suara dan bunyi-bunyian dari luar.

Pertanyaan:
a.       Apakah ketidakwajiban sholat bagi orang yang tuna netra sekaligus tuna rungu (sesuai ibarat diatas) masih berlaku? Mengingat saat ini telah ada berbagai alat bantu pendengaran yang canggih.
b.      Apakah orang yang tuna netra sekaligus tuna rungu tersebut wajib membeli alat bantu pendengaran sebagaimana orang yang tidak mampu sholat dengan berdiri tapi mampu menyewa / membeli alat bantu berdiri itu harus harus menyewa / membeli alat bantu semisal tongkat (‘ukazah)?
Jawab:
a.       Masih berlaku (tidak wajib sholat). Adapun telah adanya berbagai alat bantu, belum tentu Ia mampu membeli dan belum tentu berhasil membuat Ia bisa mendengar.
b.      Orang yang tuna netra sekaligus tuna rungu tidak wajib membeli alat bantu karna memang Ia bukan orang mukallaf. Adapun apabila orang tersebut adalah masih kecil (shobi), maka wajib bagi orang tuanya membelikan apabila mampu*
*yang digaris bawahi masih mauquf
2.      Harta zakat bagi ahlul bait Nabi
Deskripsi masalah
Sebagaimana yang diketahui dari kitab-kitab fikih (Iqna’ dll) bahwa Bani Muttholib dan Bani Hasyim yang tidak menerima bagian khumusul khumus, ada dua qoul tentang boleh/tidaknya mereka menerima zakat.

Pertanyaan:
Jika kita mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa Bani Muttholib dan Bani Hasyim pada zaman sekarang tidak boleh menerima zakat, bolehkah kita memberi daharan kepada mereka dari beras zakat (contoh: Saya dapat beras zakat, kemudian saya masak dan Saya suguhkan pada habaib)? Terkait dengan adanya hadits yang artinya :
 “Sayyid Hasan Ibn Sayyidina Ali pernah mengambil sebuah kurma dari kurma zakat, kemudiian beliau makan. Mengetahui hal ini, Rasululloh bersabda: ludahkanlah… ludahkanlah kurma itu. Tidakkah kamu mengetahui bahwa kita tidak memakan harta zakat”. (HR. BUKHORI MUSLIM)
Jawab:

Boleh, Shohih Muslim 443

Tidak ada komentar:

Posting Komentar